Sepertinya kalimat ini penuh cambukan motivasi untukku. Dikatakan motivasi ketika aku mampu melakukan perbaikan diri serta dapat menjadi manfaat untuk semua orang yang membutuhkan kebaikan dibumi. Semakin aku berbuat baik, semakin perlu juga aku dicambuk dari belakang. Adakah kebaikan ini ikhlas aku lakukan? Adakah kebaikan ini semata hanya untuk meraih RidhoNya atau apakah kebaikan ini hanya untuk terlihat baik dimata manusia. Astaghfirullah, A’uzubillah.
Semoga niat ini tetap Allah jaga, agar tetap istiqomah berbuat baik dan menebar kebaikan hanya untuk meraih Ridho Ilahi semata. Aamiin tsumma aamiin.
Sebenarnya bagaimana konteks berlomba lomba dalam kebaikan tersebut? Apakah hanya untuk diri atau sembari berlari untuk memercikkan kebaikan bagi orang lain.
“Sebaik baik manusia adalah yang memberikan manfaat untuk orang lain”
Sampai dengan hari ini, aku masih merasa belum maksimal dalam mengamalkan hal tersebut.
“Melakukan kebaikan itu jangan untuk dirimu sendiri, tapi ajaklah orang lain juga ikut merasakan nikmatnya ganjaran pahalanya” Jleb. Kalimat itu terlontar dari seorang ibu yang telah membesarkanku selama kurang lebih 21 tahun. Sering beliau mengucapkan itu. Kalimat itu bahkan seperti letupan api yang menaikkan ghirohku kembali. Tapi pernah suatu hari, ketika iman ini sedang turun entah bermula darimana aku dan ibuku-yang memang sering berdiskusi soal agama- mengingatkanku lagi dengan kalimat itu sebagai penutup diskusi kami. Apa yang ada? Aku berdumel didalam hati, “mau dikasih nasihat kebaikan juga ga bakal mempan kalo orang yang dituju tetap keras kepala ga mau berbuat baik.” Astaghfirullah. Seketika aku sadar, bahwa dalam melakukan kebaikan juga harus dengan kesabaran.
“Demi Masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran” (QS. Al-Ashr:1-3)
Jadi, bukan ukuran hasil yang yang menjadi prioritas istimewa, namun proseslah yang membawa hasil tersebut menjadi istimewa. Berfokuslah pada proses yang dilakukan, sejauh mana kita mampu memberikan kontribusi kebaikan ini kepada manusia atau seberapa maksimalkah amalan yang telah kita lakukan. Karena kerja dakwah bukan hanya berpengaruh pada lisan atau tumpukan buku yang kita miliki, tetapi seberapa rutinnya kita melakukan amalan ibadah yang berefek kepada imunisi ruhiyah, sehingga mampu mengajak orang lain dalam melakukan kebaikan. Yang terpenting, PERKATAAN= PERBUATAN. Mari kita sama2 berlomba melakukan perbaikan diri dan terus menebar kebaikan. Karena kewajiban kita tidak cukup hanya dengan waktu 24 jam yang tersedia. Fastabiqul Khairat!
SalamSemangat :)
Lubuk Pakam, 09 Juni 2012 5:38 pm when I arrived at home from my office
No comments:
Post a Comment